UNPRI Beri Penghargaan Tertinggi Ilmuwan Berpengaruh Bidang Farmakologi di Indonesia Kepada Taruna Ikrar
KampusMedan – Medan, Universitas Prima Indonesia (UNPRI) memberikan penghargaan tertinggi sebagai ilmuwan berpengaruh bidang Farmakologi di Indonesia. Penghargaan gelar ilmuan berpengaruh di Indonesia tersebut diserahkan langsung oleh Rektor UNPRI Prof. Dr. Chrismis Novalinda Ginting, M.Kes, kepada Kepala BPOM Prof. dr. Taruna Ikrar,M.Biomed.,Ph.D, di Ballroom Universitas Prima Indonesia Medan Jln.Sampul No 3 Medan, Sumatera Utara, Sabtu (4/1/2025).
Acara yang dihadiri Founder Universitas Prima Indonesia Prof.Dr.dr. I Nyoman Ehrich Lister, M.Kes.,AIFM.,Sp.KKLP, Ketua Badan Badan Pengawas Harian Prof.Dr.Tommy Leonard,S.H.,M.Kn,Wakil Rektor 1 Abdi Darma.S.Kom.,M.Kom, Wakli Rektor 2 Prof. Dr. Ermi Girsang, M.Kes, Wakil Rektor 4 Dr. dr. Ali Napiah Nasution, M.K.T., M.K.M., Sp.KKLP (K) COPC,Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Kedokteran,Kedokteran Gigi dan Ilmu Kesehatan, Menteri Hukum Supratman Agtas dan Penjabat (Pj.) Gubernur Sumatera Utara Agus Fatoni, juga dihadiri beberapa rektor lainnya, seperti Rektor Universitas Insan Cita Indonesia Prof. Laode Masihu Kamaluddin, Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Muryanto, Amin, S.Sos., M.Si, Dekan Fakultas Farmasi Militer–Universitas Pertahanan Prof. Dr. apt. Yahdiana Harahap, M.Si., Wakil Kepala BRIN Prof. Dr. Ir. Amarulla Oktavian, S.T., M.Sc., DESD., ASEAN Eng., Ketua Dewan Pengurus Daerah Ikatan Alumni Lemhannas Prof. Yusran Jusuf dan Director Center for Leadership of Indonesia Prof. Dr. Muh. Nur Sadik, MPM., Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia Komjen Pol. Prof. Dr. H. Mohammed Rycko Amelza Dahnie, M.Si., hadir menyaksikan langsung pemberian penghargaan sekaligus orasi ilmiah yang disampaikan Kepala BPOM.
Rektor UNPRI Prof. Dr. Chrismis Novalinda Ginting, M.Kes, dalam sambutannya mengatakan bahwa UNPRI berkomitmen untuk berkontribusi terhadap perkembangan pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan. Untuk itu, UNPRI memberikan penghargaan tertinggi ilmuwan berpengaruh di Indonesia kepada Kepala BPOM Taruna Ikrar.
“Prof. Taruna sudah berkontribusi signifikan di bidang farmakologi, kesehatan jantung dan sistem saraf. Karya-karyanya telah menginspirasi. Saya mewakili civitas akademika UNPRI mengucapkan selamat kepada Prof. Taruna Ikrar, bukan hanya bentuk apresiasi, tapi juga dorongan untuk terus berkarya di tingkat nasional dan global,” ungkap Chrismis.
Sementara Menteri Hukum Supratman Agtas dalam sambutannya mengatakan, bahwa pihaknya tidak meragukan penghargaan tersebut, karena Prof. Taruna Ikrar telah menunjukan kapasitasnya yang mumpuni sebagai ilmuwan dan praktisi. Selain itu, tugas Taruna sekarang sebagai Kepala BPOM bukanlah tugas yang ringan. Tugas ini merupakan beban tanggung jawab yang luar biasa untuk mengawasi begitu banyaknya produk obat dan makanan yang beredar di Indonesia.
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar memaparkan mengenai silent pandemic yang juga telah dituangkan Taruna ke dalam 2 bukunya yang berjudul “Ancaman Silent Pandemic Akibat Resestensi Antimikroba” dan “Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia”.
Dalam orasi ilmiahnya, Taruna memaparkan bahwa silent pandemic atau resistansi antibiotik pada tubuh seseorang yang diakibatkan oleh antimikroba menjadi ancaman serius dunia. Resistansi antimikroba kini menjadi fenomena biologis kompleks yang mengancam kemampuan manusia dalam mengendalikan mikroorganisme berbahaya.
Lebih lanjut Taruna menjelaskan, bahwa resistansi antimikroba terjadi ketika mikroorganisme mengembangkan kemampuan untuk bertahan hidup dan berkembang, bahkan ketika dibawah paparan obat antimikroba yang sebelumnya efektif membunuh mereka. Spektrum mikroorganisme yang berpotensi menjadi resistan sangatlah luas seperti bakteri, virus, jamur, dan parasite.
Taruna Ikrar juga menguraikan beberapa faktor pendorong resistansi. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional baik dalam bidang kesehatan manusia maupun peternakan, menjadi faktor pendorong utama. Faktor ini telah menciptakan tekanan yang mendorong evolusi percepatan mikroorganisme.
Ketika antibiotik digunakan secara berlebihan atau tidak tepat, hal ini menciptakan tekanan seleksi yang kuat bagi mikroorganisme untuk beradaptasi dan berkembang. Selain itu, globalisasi, perpindahan penduduk, dan perdagangan global semakin mempercepat penyebaran strain resistan lintas wilayah dan benua.
“Upaya mengatasi resistansi antimikroba memerlukan strategi komprehensif yang tidak hanya berfokus pada pengembangan obat baru, tetapi juga pada perubahan perilaku dan sistem. Penanganan ini membutuhkan pendekatan multidisipliner yang melibatkan mikrobiologi, genetika, epidemiologi, kebijakan kesehatan, dan kesadaran masyarakat”,tegas Taruna.
Kesadaran global terhadap resistansi antimikroba terus meningkat. Organisasi internasional, pemerintah nasional, institusi penelitian, dan komunitas medis semakin memahami bahwa penanganan resistansi antimikroba memerlukan pendekatan komprehensif, proaktif, dan berkelanjutan. Di Indonesia, resistansi antimikroba memiliki dimensi kompleks yang dipengaruhi oleh faktor geografis, demografis, dan sistem kesehatan. Sebagai negara dengan keragaman ekologis dan praktik kesehatan yang beragam, Indonesia menghadapi tantangan unik dalam mengendalikan penyebaran mikroorganisme resistan.
Berdasarkan data Bank Dunia, pada tahun 2050 diperkirakan kerugian ekonomi global akibat resistansi antimikroba dapat mencapai 100 triliun dolar, atau setara dengan hilangnya 3,8% produk domestik bruto global. Sedangkan Proyeksi World Health Organization (WHO) pada tahun 2050, diperkirakan 10 juta nyawa akan hilang setiap tahun akibat angka infeksi resistansi yang melampaui kematian karena kanker.
Hal ini menuntut perhatian dan bukan sekadar prediksi statistik, melainkan peringatan keras tentang potensi keruntuhan sistem kesehatan global. Setiap tahun penundaan penanganan serius akan semakin memperbesar risiko bencana kesehatan global. Hal inilah yang menjadikan resistansi antimikroba merupakan silent pandemic bagi seluruh dunia.
“Respon internasional menjadi kunci dalam mengatasi krisis resistansi antimikroba. Dibutuhkan kolaborasi lintas negara, lintas sektor, dan lintas disiplin ilmu. Tidak hanya diperlukan riset pengembangan obat baru, tetapi juga transformasi menyeluruh dalam praktik penggunaan antimikroba di bidang kesehatan, pertanian, dan peternakan. Setiap negara, institusi, dan individu memiliki peran strategis dalam mencegah eskalasi krisis ini“, tutup Taruna Ikrar.
Selain Menteri Hukum Dr. Supratman Andi Agtas, S.H., M.H, juga hadir Komjen Pol. (Purn.) Prof. Dr. H. Mohammed Rycko Amelza Dahniel, M.Si, kepala guru besar perguruan tinggi Ilmu kepolisian, Director Center for Leadership of Indonesia Prof. Dr. Muh. Nur Sadik, MPM.
Adapun pejabat di Sumut yang hadir antara lain Kapolda Sumut Inspektur Jenderal (Irjen) Whisnu Hermawan Februanto, Wakapolda Sumut Brigjen Pol Rony Samtana, Pj Sekda Provsu M.A Effendy Pohan, Kajati Idianto, S.H.,M.H, Kabimda, Sekretaris Utama BPOM Irjen Pol Dr. Jayadi, SIK, MH, Moderator Talk Show dr. Wachyudi Muchsin, S.Ked., S.H., M.Kes., C.Med, Ignatius Mangantar Tua Silalahi, S.H., M.H. (Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sumatera Utara), Sahata Marlen Situngkir, S. H, M.Si (Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sumatera Utara), Ferry Ferdiansyah, S.H., M.H (Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sumatera Utara).
Prof. dr. Taruna Ikrar, M.D., M.Biomed, Ph.D. adalah seorang ahli farmakologi, ilmuwan kardiovaskular, dan pakar neurosains terkemuka Indonesia yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia sejak Agustus 2024.
Perjalanan pendidikannya dimulai dengan meraih gelar dokter dari Universitas Hasanuddin pada tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan Magister Biomedik dengan spesialisasi Farmakologi di Universitas Indonesia yang diselesaikan pada tahun 2003. Prestasi akademiknya berlanjut dengan meraih gelar Ph.D. dalam bidang Kardiofarmakologi dari Niigata University, Jepang pada tahun 2008.
Pengalaman penelitian dan akademiknya sangat beragam dan mengesankan. Setelah menyelesaikan Ph.D., beliau menjalani program post-doctoral di University of California, Irvine (2008-2013) dengan fokus pada neurofarmakologi dan pengembangan obat. Karier akademiknya terus berkembang dengan menjadi Research Scholar di Harvard University pada tahun 2014. Kiprah internasionalnya diperkuat dengan berbagai posisi pengajar di institusi bergengsi, termasuk menjadi profesor di Pacific Health Sciences University dan akademik spesialis di University of California, Irvine.
Dalam ranah kepemimpinan profesional, Prof. Ikrar telah menduduki berbagai posisi strategis. Prof Taruna menjabat sebagai Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (2020-2024), dan dipercaya sebagai Direktur Konsil Kedokteran Internasional (IAMRA) untuk periode 2021-2025. Pengalamannya di bidang kesehatan militer juga tercermin dari posisinya sebagai Penasehat di The Indonesia Army Medical Sciences Institute (THIAMSI), dan sebagai Staf Ahli di Rumah Sakit Kepresidenan RSPAD Gatot Subroto. Semenjak 2023 diangkat sebagai Adjunct Prefesor di Universitas Pertahanan RI.
Kontribusi Prof. Ikrar dalam dunia penelitian sangat signifikan dengan lebih dari 100 publikasi ilmiah yang telah dihasilkan. Karya-karyanya mencakup berbagai topik penting dalam bidang farmakologi, kardiovaskular, neurosains, elektrofisiologi, genetika, dan terapi sel punca. Beberapa penelitiannya telah dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional terkemuka dan telah banyak dikutip oleh peneliti lain di seluruh dunia, bahkan karyanya beberapa kali dimuat di jurnal NATURE.
Selain itu, Taruna juga telah menulis beberapa buku teks penting dalam bidang kedokteran dan neurosains. secara keseluruham, penelitian dan jurnal yang telah dilakukan Taruna dan yang telah terindeks telah disitasi sebanyak 1.763 melalui Scopus dan Google Scholar. Sedangkan H-Index Taruna yang tertera pada laman Sinta Kemendikbud menunjukkan angka 17 dari Scopus dan 24 dari Google Scholar. H-Index itu sendiri merupakan indeks yang mengukur produktivitas dan dampak dari karya atau hasil penelitian seorang ilmuwan.(RED/MBB)